twitter facebook rss

,

HR "Main Mata", Negara Rugi Rp 12,8 Triliun



Chairul Tanjung menuai banyak pujian. Belum genap 10 hari menjabat Menko Perekonomian, langsung membuat gebrakan dengan janjinya menyelesaikan renegosiasi Freeport dan Newmont sebelum Oktober 2014 (Metronews,  21/5). Langkah kontras dengan yang ditempuh Hatta Rajasa yang terkesan lamban hingga menyisakan PR yang berat bagi penerusnya tersebut.

UU No. 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara (minerba) mengamanatkan pemerintah untuk melakukan renegosiasi kontrak tambang. Yang meliputi besaran royalti, luas lahan, perpanjangan kontrak, kewajiban pemurnian, kewajiban divestasi dan penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.

Lamanya proses renegosiasi juga diatur dalam UU yaitu paling lambat 12 Januari 2010. Namun, 4 tahun lebih sudah, masa tenggat telah berlalu dan pemerintah belum juga merampungkannya. Alhasil, KPK melayangkan surat teguran kepada pemerintah yang dinilai lamban melakukan proses renegosiasi. Sehingga merugikan negara Rp. 12,8 triliun (Nefosnews, 3/3).

Jero Wacik, Menteri ESDM, menanggapi hal tersebut dengan mengatakan bahwa proses renegosiasi berjalan alot. Lagi pula, sosok yang paling bertanggung jawab adalah Hatta Rajasa, mantan Menko Perekonomian, yang sekaligus menjabat Ketua Tim Renegosiasi Kontrak Tambang.

Sebagai Menko Perekonomian, seharusnya HR memiliki banyak instrumen untuk menjalankan strateginya. Salah satunya, seperti yang dilakukan CT adalah dengan mengadakan dialog dengan Freeport dan Newmont. Bahkan dalam proses renegosiasi kontrak, CT turut melibatkan KPK. Pola komunikasi yang transparan, sengaja dibangun CT untuk menghindari potensi konflik sekaligus membangun ide yang konstruktif. Keputusannya untuk menggandeng KPK adalah langkah yang sangat tepat untuk menghindari "asumsi" publik bahwa telah terjadi kesepakatan di "bawah tangan".

Pola komunkasi yang dibangun HR terkesan radikal pada awalnya, namun melempem pada akhirnya. Sehingga tidak mampu mencapai kesepakatan seperti yang diharapkan. Kemampuan HR dalam bernegosiasi patut dipertanyakan banyak pihak. Bukan itu saja, kemampuan HR dalam mengambil keputusan juga terkesan lamban. Yang berujung pada kerugian negara sebesar Rp 12,8 triliun.

Harga yang teramat mahal musti dibayar oleh bangsa ini. Selain juga waktu 4 tahun lebih yang terbuang percuma. Seandainya HR mampu bersikap tegas dan kreatif dalam mengambil keputusan, tentu bangsa ini tidak perlu menanggung kerugian.

Hal lain yang menjadi catatan adalah HR tidak melibatkan KPK dalam melakukan proses renegosiasi. Berbeda dengan CT, seolah HR membuka peluang timbulnya anggapan publik yang menuduh dirinya telah "main mata". Lemahnya pola komunikasi HR yang menimbulkan tanggapan miring masyarakat, akan coba penulis paparkan sebagai bahan renungan bagi kita semua dalam menilai sosok Hatta Rajasa.

1. PolaKomunikasi "Gertak Sambal"

Akhir Juli 2013, HR menebar ancaman kepada Freeport dan perusahaan tambang lainnya dengan ucapan, "Yang tidak bikin smelter silakan tutup saja produksinya". Namun, 16 Agustus 2013, HR memperbolehkan Freeport mengekspor bahan mentah hasil tambangnya. Alasan yang dikemukakan HR karena Freeport telah berkomitmen untuk membangun smelter yang akan beroperasi pada 2016 (Merdeka, 16/8, 2013).

Jadi, menurut HR, Freeport telah patuh terhadap UU. Aneh! UU tersebut disosialisasikan semenjak 2009 dan mulai diberlakukan sejak 12 Januari 2010. Dan, Freeport baru akan menjalankan smelter pada 2016. Tak ayal, 6 tahun hilang percuma dengan kerugian finansial berupa kehilangan potensi penerimaan negara di dalamnya.

Apa yang telah dilakukan HR selama ini dengan Freeport? Kenapa HR berani melanggar UU? Apakah karena adanya imbalan finansial? Ini bukan kampanye hitam! Jadi, biarkan KPK yang akan membuktikannya.

2. Politik Dua Kaki

Di satu sisi, HR adalah pejabat pemerintah yang tugasnya mendukung kebijakan pemerintah. UU No. 4 tahun 2009 menetapkan besaran royalti untuk emas 3,75%, tembaga 4% dan perak 3,25%.

Kenyataannya, HR menggantung proses renegosiasi, sehingga membiarkan Freeport hanya membayar royalti emas sebesar 1%. Akibatnya, KPK mencatat kerugian negara dari Freeport saja Rp 1,9 triliun (Nefosnews, 3/3). Angka yang sungguh fantastis.

Lalu, kepada siapa sebenarnya HR berpihak? Dengan membiarkan negara mengalami kerugian, sementara Freeport menikmati selisih lebih besaran royalti, tentu kita sudah tahu jawabannya. Semestinya, HR mampu menekan Freeport untuksegera  membayar besaran royalti seperti yang diamanatkan dalam UU. Paling tidak kepastian kapan akan melaksanakan kewajiban tersebut.

3. Mental Budak (inlander)

Tidak adanya keteguhan sikap, memudahkan dirinya ditekan oleh Freeport. Takut PHK besar-besaran, takut penerimaan negara berkurang drastis, takut investor lari, adalah alasan yang selalu dikemukakan HR. Kalau tukang becak, boleh lah ditakut-takuti seperti itu. Tapi, HR adalah seorang pejabat tinggi. Hal ini menunjukkan HR tidak punya konsep, sehingga membuat dirinya telah "kalah sebelum berperang".

Seorang pemimpin bukanlah yang selalu manut saja. UU merupakan amanah rakyat yang harus diembannya. Kalau tidak sanggup, adakan penjelasan kepada publik. Publik akan menilai apakah UU tersebut layak dijalankan atau HR yang tidak layak menjalankannya. Kalau memang tidak mampu, secara jantan mundur. Itu, baru pemimpin namanya.

Namun, melihat gebrakan Chairul Tanjung yang memprioritaskan proses renegosiasi dan memberikan tenggat waktu hingga Oktober 2014, publik sudah bisa menilai bahwa HR tidak mampu menjalankan amanah rakyat. Kalau tidak mau mengatakan bahwa HR telah "main mata" dengan Freeport.


Bagikan artikel ke teman anda: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati

Author : Unknown

faceblog evolutions Setelah anda membaca artikel tentang HR "Main Mata", Negara Rugi Rp 12,8 Triliun jika bermanfaat, silahkan tekan tombol Share. Anda juga boleh menyalin / menyebarluaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya :
Terima kasih

0 komentar

Readers Comments

Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan blog Jokowi For President. Admin berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Top News

Space Iklan (750x100)

Video Pilihan

Our Sponsors

Our Sponsors

Visit Gorontal Info and Guide
deskripsi gambar
Flag Counter