JAKARTA - Jakarta Studi Center (JSC) menganalisis penyebab anjloknya suara Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam hitung cepat pemilu legislatif 2014.

Direktur Eksekutif JSC, Ali Sadikin, menjelaskan hancurnya suara Partai Demokrat dan PKS disebabkan beberapa faktor. Menurutnya pada tingkat nasional, Demokrat habis digempur soal isu korupsi.

Hal tersebut merujuk ditangkapnya top leader Demokrat seperti Anas Urbaningrum, M Nazaruddin, dan Andi Mallarangeng. "Kalau di Jakarta, peran kader Demokrat di DPRD tidak maksimal. Padahal mereka punya 34 kursi," kata Ali dalam pernyataannya, Jumat (11/4/2014).

Sama seperti Demokrat, kata Ali, PKS juga digempur isu korupsi dengan ditangkapnya mantan Presiden PKS Luthfi Hasa Ishaaq. Namun yang memperparah kasus korupsi tersebut, ada banyak perempuan dan artis yang terlibat kasus korupsi daging sapi.

"Peran PKS di DPRD DKI juga semu. Mereka lebih condong diam melihat karut marutnya Jakarta akibat banjir dan macet," paparnya.

Ali melanjutkan, PDIP, Gerindra dan Golkar meraih berkah dari terbelahnya suara Demokrat. Sedangkan PPP dan PKB mendapat suara limpahan dari PKS. "Di sinilah bedanya Demokrat dan Golkar. Golkar mampu memainkan isu-isu strategis di DPRD seperti KJP dan KJS. Kalau Demokrat dan PKS cenderung diam," terangnya.

Golkar, kata Ali, juga mampu memasang caleg yang memang mempunyai figur baik di masyarakat. "Pascareformasi, Golkar dan PPP di DKI suaranya selalu stugnan. Tapi akibat lemahnya Demokrat dan PKS, kedua parpol itu mendapatkan berkah suara," tuturnya.

Mengenai PDIP DKI dan Gerindra DKI, Ali menyatakan kalau mesin partai pimpinan Boy Sadikin dan M Taufik itu memang masih panas usai pilkada DKI 2012. "PDIP dan Gerindra mampu menjaga  mesinnya agar selalu panas. Kedua parpol itu juga dampak dari Jokowi-Ahok efek," katanya.


Sumber